Jumat, 10 Juli 2015

Cerita Kehamilan yang Kedua--Bag. 3

Wajah Dr. Hasan biasa-biasa saja ketika kuperlihatkan hasil lab-ku yang kedua ini. Iyalah, dia setiap hari menyaksikan kehamilan, keguguran dan kelahiran. Tapi aku penuh harap dan sangat mengandalkan kata-kata yang akan keluar dari mulut dokter pelit bicara ini. 

"Kamu hamil. Ayo kita periksa USG", lanjutnya. Kemudian dia begitu saja meletakkan foto USG-nya diatas perutku. "Ini saya resepkan vitamin untuk kamu minum sehari satu", lanjutnya. Tak lama aku sudah mengantongi vitamin tersebut yang bernama "DECAVİT", dari apotik terdekat. 

Aku menelepon suami tentang berita ini, tapi dia santai-santai saja. Kemungkinan masih kurang percaya atas hal ini. Hatiku dipenuhi rasa syukur sekaligus rasa kurang percaya atas anugerah ini..betulkah ini..lalu sanggupkah aku mendidik dan membesarkannya, melihat pengalamanku sebagai ibu untuk Süleyman yang masih banyak kurangnya, jauh dibandingkan saran-saran parenting Ayah Edy atau mbak Kiki Barkiah.

Hari-hari berikutnya badanku terasa sangat lelah dan aku masih mengidap sisa-sisa demam yang kuderita dari 3 minggu yang lalu. Untuk minum obat aku tidak bisa karena takut membahayakan bayiku. Jadi terpaksa aku banyak istirahat, dan untungnya di bulan april akhir memang sudah tidak ada lagi pekerjaanku sebagai penerjemah, karena grup-grup umroh plus dari Indonesia sudah sangat berkurang menjelang ramadhan.

Ketika demam dan batukku perlahan sembuh, aku merasa energik kembali dan merasa heran serta bertanya-tanya, akankah mengalami masa-masa ngidam yang berat seperti ketika hamil Süleyman dulu, yang mana aku menderita migren parah hampir setiap hari, diikuti dengan muntah-muntah dari pagi hingga malam. Suamiku menduga bayiku perempuan, karena katanya kok adem sekali tidak seperti waktu masa kehamilan yang pertama, dimana dia sering kuminta pulang awal dari kantor karena aku sudah muntah-muntah parah.

Rupanya kami terlalu dini menduga. Tak lama episode migren dan kolaps ditempat tidur dengan interval muntah ke toilet yang lebih dari 5 kali sudah dimulai. Sakitnya migren dengan cenutannya (throbbing) sangat luar biasa. Belum lagi muntah-muntahnya yang berkesinambungan.

Untung saja sebelum serangan berikutnya aku bisa mengatur untuk menyelenggarakan buka puasa untuk para mahasiswa yang acaranya terbilang sukses. Untuk itu aku memasak beberapa jenis masakan Indonesia juga masakan Turki. Membersihkan rumah juga salah satu agenda penting, maklum sudah menjadi adat masyarakat Turki bahwa rumah harus resik terutama bila akan ketamuan.

Esoknya setelah acara buka bersama usai, kembali serangan migren menyerang, dan beberapa hari kemudian malah menyerang dan menetap selama 4 hari penuh. Membuatku putus asa dan  mengambil keputusan darurat mengunjungi obgyn di rumah sakit swasta. Randevu-ku di RS. Negeri masih cukup lama, jadi aku tak mau menunggu untuk menaggulangi migren yang menyiksaku itu.

Op. Dr. Serdar Sari, obgyn yang memeriksaku di Özel Bilge Hastane. Orangnya sangat baik dan simpatik. Untuk pertama kalinya aku bisa mendengar denyut jantung bayi keduaku ini, kedua lengan dan kakinya, kepalanya, dengan begitu jelas. Aku menanyakan jenis kelaminnya, dan Dr. Serdar mengatakan belum bisa melihatnya karena kakinya menyilang.

Aku kemudian mengutarakan ketakukan dan traumaku untuk menjalani operasi caesar lagi. Ia mengatakan tidak perlu takut karena akan diberi obat penenang dan menganjurkan jenis anestesi epidural dengan alasan untuk mempercepat pemulihan dan tetap sadar selama operasi sehingga bisa langsung melihat bayinya. Sambil mengobrol rupanya Dr. Serdar tetap berupaya mencari jenis kelamin bayiku, dan akhirnya ia mengambil kesimpulan sementara bahwa bayinya perempuan, "tapi bisa jadi saya salah, kita lihat lagi kalau sudah lebih besar sedikit", katanya.

Dr. Serdar meresepkan 1 macam obat untuk mual, dan untuk migren aku dianjurkan minum PAROL yang memang selalu ada di kulkas. Sebenarnya aku berusaha menghindari minum Parol itu karena takut mengganggu bayiku.Namun dokter meyakinkan bahwa boleh saja diminum jika perlu dan relatif aman. 

Cerita Kehamilan yang Kedua--Bag. 2

Aku mengambil randevu lagi untuk bertemu dengan Op. Dr. Hasan Kolak, walau aku tahu untuk menunjukkan hasil lab tidak perlu lagi randevu. Hal ini supaya aku bisa mengantri dengan tenang karena sudah pasti dapat giliran. Sedangkan kalau tanpa randevu biasanya menunjukkan hasil lab harus buru-buru karena sudah jatuh tempo untuk pasien yang ada dalam urutan di layar monior.

Dr. Hasan mengatakan aku mengalami masalah keseimbangan hormon. Ia meresepkan satu macam obat dan aku diminta datang untuk kontrol begitu obatnya habis. Obatnya langsung kubeli di apotik yang ada di seberang kompleks rumah sakit. Ternyata semacam pil KB, dan aku harus meminumnya selama 30 hari, 1 tablet setiap hari. 

Benar saja, selama 30 hari itu aku tidak dapat mens. Ketika datang kembali untuk kontrol ke Dr. Hasan, tanpa banyak bicara, seperti biasa aku diminta bersiap untuk USG, dengan agak menekan perut bawahku. Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, beliau kembali menyuruhku untuk test darah. Kali ini aku sudah lebih profesional dalam hal menjalani test darah, sudah tidak ada lagi ketakutan seperti yang kali pertama. 

Petugas memberitahukan kalau hasilnya bisa diambil 3 jam lagi. Aku memutuskan tidak mengambil hasilnya hari itu karena tidak sanggup menunggu 3 jam, dan lagi aku ada janji menengok santri puteri yang lokasinya di sisi Asia Istanbul. Dengan perhitungan waktu yang matang, aku bisa tepat pukul 4 sore di TK untuk menjemput anakku.

Penasaran dengan hasil lab-nya, di rumah aku cek hasilnya dari internet. hasil lab dari Rumah sakit pemerintah di Turki memang bisa di-cek langsung dari internet, seperti sistem pengambilan randevu, dengan memasukkan nomor identitas. Hasil yang terpampang menampilkan nilai HCG sekian-sekian..yang ketika aku googlink menunjukkan bahwa aku hamil sekitar 5 minggu.

Rasanya tak percaya, apa iya. Kan aku malah sedang menjalani perawatan hormon. Tak sabar aku kemudian mengambil randevu lagi untuk kunjungan ke Dr. Hasan. Dan ternyata tanggal yang terdekatnya adalah di poliklinik rumah sakit tersebut yang lainnya yang lokasinya tidak di dalam kompleks rumah sakit. 

Sesampainya disana, aku langsung mengambil barcode dan mencetak hasil lab-ku. Versi print-out terlihat lebih detail dan aku tak sabar untuk konsul menanyakan kebenaran kehamilanku ini. Tapi perut terasa sangat lapar dan dengan perhitungan masih ada 1 jam lagi sampai kepada giliranku (menurut jam yang tertera di barcode), aku keluar dulu ke kafe börek untuk mengganjal perut dengan 2 potong pide dan segelas teh.

Namun malangnya, ketika selesai makan dan aku kembali ke poliklinik, ternyata dokterku sudah pergi mendadak karena harus operasi. Ah, sudahlah hari itu sia-sia aku pulang lagi ke rumah dengan kondisi lemas dan kembali mengambil randevu untuk pertemuan berikutnya dengan dokterku.

Cerita Kehamilan yang Kedua--Bag. 1

Di usiaku yang ke-35 ini, aku berharap sekali untuk dikaruniai lagi buah hati sebagai adiknya Süleyman, yang kini sudah 5 tahun lebih usianya. Suami sudah sepakat sepulangnya aku dan anakku dari liburan kami di Indonesia, November 2014 lalu, untuk merencanakan anak kedua kami.

Tapi rupanya tidak semudah itu. November, desember, Januari 2015, Februari, tak kunjung aku positif hamil. Bahkan bulan Januari dan Februari aku mengalami masa-masa haid yang hanya terpaut antara 2 minggu hingga satu minggu satu sama lain. Keadaan tersebut membuatku lemah karena pendarahan yang terus menerus, sehingga akhirnya aku memutuskan untuk mengunjungi obgyn di rumah sakit pemerintah.

Sistem pelayanan kesehatan di Turki sudah sangat bagus. Pertama kita harus masuk ke website rumah sakit terpusat yang alamatnya https://www.mhrs.gov.tr/Vatandas/. Kemudian kita memilih propinsi, lalu distrik. Setelah itu memilih rumah sakit pemerintah sesuai distriknya. Lalu memilih poliklinik yang dituju. Daftar dokter yang bisa dipilih beserta tanggalnya akan muncul sebagai hasil pencarian. Ketika dokter pilihan di-klik, akan muncul tabel jam periksa yang masih bisa kita pilih. Jam periksa yang sudah berwarna abu-abu artinya sudah dipilih terlebih dahulu oleh pasien sebelumnya.

Setelah itu akan muncul layar konfirmasi dan selanjutnya pemberitahuan akan dikirim ke email kita mengenai informasi randevu yang sudah kita ambil. Kita harus datang sesuai tanggal, sekurang,kurangnya 15 menit sebelum perjanjian waktu. Caranya hanya tinggal menunjukkan kartu identitas saja kepada resepsionis di klinik, kemudian ia akan mencetak barcode untuk kita. Selanjutnya hanya tinggal mengamati nama kita di layar monitor untuk masuk ke ruang periksa.

Op.Dr. Hasan Kolak, nama dokter yang memeriksaku. Setelah mendengar keluhanku, kemudian memeriksaku lebih lanjut dengan USG. Tanpa banyak berkata dia menuliskan rujukan untuk periksa darah ke lab di komputernya. Dengan perasaan yang cukup "down" aku keluar dari gedung F untuk menuju gedung E untuk periksa darah. 

Mekanismenya gampang, tinggal memasukkan nomor identitas di mesin, kemudian nomor antrian keluar. Setelah itu tinggal memantau nomor kita di layar monitor. Ketika giliranku tiba, aku langsung masuk dan menyerahkan barcode yang kudapat dari klinik obgyn. Petugas memberikan tempat darah kemudian aku dipersilakan mencari kursi yang kosong untuk diambil darah. Di ruangan ini ada sekitar 10 kursi dengan 10 petugas yang bertugas mengambil darah pasien. 

Aku agak gugup karena rasanya sudah lama sekali sejak test darah yang terakhir. Mungkin sekitar 6 bulan sebelumnya, ketika aku menjalani test darah untuk pemeriksaaan asam urat dan trigliserida. Tak lama pengambilan darah selesai dan aku diminta menekan kapas di vena-ku serta diberi sebuah plester luka bulat kecil untuk ditempel sendiri. Petugas memberitahukan kalau hasilnya akan keluar pukul 3 sore. Aku memutuskan untuk pulang saja karena harus jemput anakku dari TK pukul 4 sore.

Kamis, 02 Juli 2015

Keegoisan Manusia

Keegoisan manusia dalam memenuhi hawa nafsu pastinya akan menuai bencana. Tidak hari ini atau besok. Mungkin bebrapa tahun atau bahkan puluhan tahun kemudian. Kita nggak hanya bertanggungjawab terhadap diri sendiri, tapi juga kepada masyarakat dan peradaban ini.

Banyak orang kini sudah menganggap agama sebagai produk out of date, old fashioned, out of logic..lalu menggali ilmu yang tidak sejalan dengan kitab suci dengan alasan lebih masuk akal, berdasarkan fakta, tertulis dalam prasastı ribuan tahun sebelumnya, dan kemudian melakukan penistaan agama, kematian iman, akidah dan itikad.

Ruh-ruh yang sudah kering ini memisahkan agama dari science, dari masalah-masalah sosial mendasar, dari pendidikan. Dalihnya selalu "jangan bawa-bawa agama!" padahal nyatanya agama adalah esensi dari segala hal dalam kehidupan ini.

Seseorang yang depresi menyalahkan diri sendiri dalam kegelapan tanpa cahaya diujung lorong. Tidak ada Tuhan untuk tempat mengadu, karena sudah tidak percaya. Akhirnya mengakhiri hidupnya (banyak kasus, yang terakhir yang saya tahu kasus seorang crocheter yang bunuh diri, padahal kelihatannya baik-baik saja, rajin mengelola blog, rajin memamerkan senyumnya yang ceria dan sharing proyek-proyeknya yang berwarna cerah).

Melegalkan sesuatu yang haram, dengan alasan hak azasi manusia. Contoh kasus pelegalan LGBT di sejumlah negara, dan sekarang konon sudah akan masuk materi bahasan Komnas HAM di Indonesia. Untuk merepresi LGBT, apalagi kalau bukan keimanan kepada Tuhan. Jika memang dirinya punya kelainan, yang sudah diterapi namun tidak berhasil, maka jika yang bersangkutan adalah orang beriman, dia akan bersabar dan menahan diri dari perbuatan zina. Dan itu adalah yang terbaik baginya, keluarganya, dan lingkungannya. Pastinya itu sangatlah berat. Tapi orang beriman tahu bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, dan akhiratlah yang kekal dan abadi.

Melegalkannya dalam suatu lembaga pernikahan adalah merusak lembaga pernikahan itu sendiri. Dan akhirnya akan semakin banyak anak-anak yang terlahir dari donor sperma, dari donor zygote, dari donor sel telur ataupun dari surrogate mother. Hanya untuk memenuhi nafsu para pasangan sejenis untuk menjadi melengkapi gambaran sebuah keluarga dengan anak-anak sehat dan lucu. 

Ketika anak-anak sehat dan lucu ini dewasa dan mencari jatidirinya, bagaimana orangtuanya akan menjelaskan dari mana mereka berasal? seorang individu membutuhkan dasar yang kuat dan valid untuk membangun integritasnya sebagai manusia dewasa. mereka bukan robot yang dibuat untuk lucu-lucuan. Mereka juga bukan experiment lab. Mereka adalah manusia, makhluk mulia yang diciptakan Tuhan.