Senin, 16 Juli 2012

Manisnya ibadah di masjid sang penjamu Muhammad (1)

Sabtu lalu, memang sudah janji dari minggu sebelumnya, aku harus datang ke Eyüp Sultan Camii (mesjid Eyüp) untuk mendengarkan ceramah seorang ulama terkemuka, Şeyfettin Alkan. Aku ada janji untuk bertemu dengan istri temanku Teslime, sehabis mendengarkan ceramah. Dan setelah itu Teslime akan ikut ke rumahku. Janji lainnya adalah untuk bertemu dengan tiga orang santri Indonesia yang telah selesai menuntut ilmu di Istanbul dan telah lulus mendapat gelar hoca (guru agama, lulusan pesantren Turki). Mereka akan segera kembali ke tanah air, namun sebelumnya akan menginap semalam di rumah kami.

Seperti biasa, pengaturan waktuku selalu saja berantakan, dan akhirnya semua pekerjaan rumah baru selesai menjelang waktu dzuhur. Bergegas aku dan anakku, Süleyman yang baru berusia 2 tahun 3 bulan, berjalan ke pertigaan tak jauh dari rumah kami. Kebetulan lewat satu minibus jurusan ke alun-alun Gaziosmanpaşa. beruntung ternyata trayeknya lewat pas di depan terminal otobus Gaziosmanpaşa. Segera aku minta turun dan naik otobus jurusan Eminonü yang siap berangkat. Hampir semua otobus yang berangkat dari terminal ini akan melewati daerah Eyüp, yaitu kecamatan tetangga Gaziosmanpaşa. Alhamdulillah perjalanan lancar, walau deg-degan khawatir otobus tidak melewati daerah dekat mesjid Eyüp, melainkan langsung ke arah Feşhane, gedung pertunjukkan dimana Grup musik Debu pernah mengadakan konser di dalamnya (jalan yang kami lewati terasa asing, rupanya mengambil rute lain). Durak (perhentian otobus) Eyüp ternyata persis di depan kompleks mesjid, dan kami hanya perlu menyeberang saja, senangnya.

Setibanya di mesjid, umat islam memadati halaman mesjid dengan rapat, termasuk halaman luarnya. Bagaimana dengan bagian dalamnya, dipastikan sudah penuh sesak. Sohbet (ceramah rupanya suah selesai, aku terlambat sekali. Dan sedang dipersiapkan shalat Dzuhur berjamaah.

Aku merangsek masuk dari pintu samping untuk bagian perempuan, dan naik ke lantai dua. Kaum wanita memadati setiap jengkal lantai termasuk tangga. Bahkan banyak yang melaksanakan sholat di tangga walau tidak sesuai arah kiblat. aku tidak tahu bagaimana hukumnya dengan hal ini. Sejumlah wanita memperingatkan bahwa di dalam sangat penuh dan nanti anakku bisa menangis di dalam. Tapi kuputuskan tetap masuk karena walaupun ruangan terlihat penuh, namun orang-orang tetap mengalir keluar.

Sesampainya di dalam, ada tempat pas untuk satu orang, di belakang sekali. Aku segera mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat berjamaah, sedangkan anakku duduk di depanku sambil memegang mainan mobil-mobilannya dan sebongkah roti lembut yang dinamakan poğaça.

Sewaktu menjalankan sholat repot juga, karena anakku terus menerus berpindah posisi, terkadang memeluk kakiku, terkadang berguling-guling pas di ruang sujudku atau di ruang sujud jamaah di sampingku, yang akhirnya anakku dipangku jamaah itu,untuk "disisihkan" ke arah aku duduk.