Senin, 21 Mei 2012

Tertawa dan menangis di malam bainai a la Turki (4)

Lama-lama semangatku berpesta habis juga, rasa bosan melanda. Hampir tiga jam sudah, dari sejak kedatangan kami pukul tujuh petang tadi, musik dan dansa masih saja berlangsung. Tak ada makanan ataupun minuman sebagai perintang waktu. Perut mulai lapar dan telinga mulai kurang bisa mentoleransi bunyi-bunyian keras ini. Kepalaku juga mulai pusing, ini adalah penyakitku yang biasa kala melihat orang dalam jumlah banyak.

Tak lama setelah aku mulai berfikir-fikir untuk melarikan diri dari acara ini, walaupun tentu saja tidak mungkin (aku tidak membawa kendaraan ataupun uang untuk taksi. Dan tempat ini, Piyalepaşa, adalah sebuah tempat di seberang Golden Horn, cukup jauh dari rumahku di Gaziosmanpaşa), Periha, kakak perempuan dari calon mempelai laki-laki mulai membagikan kantong kecil dari kain dihiasi renda, berisi kacang-kacangan. Lumayan, daripada tidak ada makanan sama sekali.

Sekitar 20 menit menjelang pukul sepuluh malam, musik dihentikan. Calon pengantin wanita masuk ke ruang ganti pakaian dan beberapa saat kemudian keluar lagi dengan memakai setelan celana dan tunik dari kain brokat merah serta kerudung brokat merah berpayet yang ditutupkan menutupi kepala dan wajahnya. Ia diiringi sejumlah gadis lain yang di telapak tangannya memegang piring kecil dengan sebatang lilin pendek yang menyala. Kepala gadis-gadis tersebut dihiasi bando yang ditempeli bunga-bunga imitasi dan berekor kain organdy merah yang menjuntai di belakang kepala, seperti kerudung pengantin. Iring-iringan itu dikepalai oleh seorang wanita yang membawa baki bulat di kedua tangannya. Baki tersebut berisi henna yang telah diaduk dengan air menjadi adonan yang bisa dipulung. Adonan ini diratakan ditengah baki bulat tersebut dikelilingi sejumlah lilin kecil yang menyala.

Sang calon mempelai wanita kemudian didudukkan di sebuah kursi di tengah lantai dansa. Rombongan yang mengiringinya membentuk lingkaran disekitarnya. Lampu di ruangan kemudian dimatikan semua, sehingga cahaya yang ada hanya berasal dari sejumlah lilin kecil di tangan para gadis pengiring dan di baki bulat berisi henna. Seorang wanita maju ke tengah lingkaran dan mulai menyanyikan lagu khusus untuk acara kına gecesi.

Lagu yang dinamakan Kına Gecesi Türküsü ini berlirik sedih, tentang gadis yang akan pergi meninggalkan keluarga dan kampung halamannya, untuk tinggal bersama suaminya. Sang pemegang baki dan para gadis pengiring berjalan perlahan mengelilingi sang calon pengantin sementara kına gecesi türküsü dinyanyikan. Momen ini sangat menyentuh hati, bahkan bagi yang tidak mengerti arti syair yang di nyanyikannya. Nada-nadanya yang haru sudah cukup membuat orang asing seperti sayapun merasa ikut larut dalam kesedihan sang gadis yang sedang menjalani malam terakhir bersama keluarganya. Sang gadis calon pengantin mulai menangis, demikian juga sejumlah keluarga dekat perempuannya.

Berikut salah satu contoh dari sekian banyak kına gecesi türküsü:

Menangis
Kınami yogurduler hamur ettiler anam
Gözlerimun yaşini yağmur ettiler anam
Gözlerimun yaşini yağmur ettiler anam

Ağlama canum anam ben gelin oldum gelin
Şu üç günün içinde ben elin oldum elin
Şu üç günün içinde ben elin oldum elin

Ben senden ayrilmazdıum eller ayirdi anam
Senin bu yokluğuna nasil dayansam anam
Senin bu yoklğuna nasil dayansam anam

Artinya dalam Bahasa Indonesia:
Henna-ku sudah mereka jadikan adonan, Ibu
Air mataku mereka kucurkan serupa hujan, Ibu
Air mataku mereka kucurkan serupa hujan, Ibu

Jangan menangis Ibuku sayang, aku telah menjadi seorang menantu, seorang menantu
Dalam tiga hari ini aku telah berada dalam pelukanmu, dalam pelukanmu
Dalam tiga hari ini aku telah berada dalam pelukanmu, dalam pelukanmu

Aku tak bisa berpisah darimu Ibu, tanganku tak bisa berpisah, Ibu
Bagaimana aku akan sanggup berpisah denganmu Ibu
Bagaimana aku akan sanggup berpisah denganmu Ibu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar