Senin, 21 Mei 2012

Tertawa dan menangis di malam bainai a la Turki (2)

Calon pengantin dalam gaun ungu
Malam ini adalah malam bainai, yang dinamakan Kına Gecesi dalam bahasa Turki (kına=henna/inai; gece=malam). Merupakan malam yang sangat penting dalam hidup seorang gadis. Boleh dibilang malam terakhir ia sebagai seorang gadis, karena esok harinya adalah hari pernikahannya.

Sang calon mempelai wanita terus menari untuk setiap lagu, suka atau tidak suka, karena ini merupakan pestanya. Salah satu hadirin akan menyambut sebelah tangannya dan mengaitkan kelingking dengan kelingking. Lalu yang lainnya akan datang dan menyambung jalinan kelingking tersebut sehingga membentuk sebaris penari yang cukup panjang. Diatara dua penari dengan kelingking yang bertautan, terjuntai saputangan dari manik-manik berkilau. saputangan-saputangan tersebut berwarna emas, perak, merah dan ungu. Salah satu sudut saputangan memiliki ujung berbentuk cincin untuk diselipkan di jari. Sapu tangan ini diputar-putarkan seiring gerakan tari yang dinamis dan meriah.

Terus terang saja, walaupun musik yang terdengar tidak jelas karena buruknya kualitas sound system, namun kemeriahannya membuatku ingin turut menari. Karena ibunda calon mempelai pria alias tetanggaku tersebut juga mengajakku, akhirnya akupun turut menari bersama mereka. Sebentar saja, karena musik segera berganti. Kelompok penari yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita yang menari lebih dinamis, segera memasuki arena. Sedangkan aku, tak mengenal siapapun kecuali sekelompok wanita lanjut usia ini, memilih kembali ke tempat dudukku semula. Mungkin di kesempatan lain jika aku datang dengan kenalan-kenalan yang seusiaku, aku bisa turut menari lebih lama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar